Riwayat hidup Imam
Al-Ghazali
Abu Hamid
Al-Ghazali (450-505 H/1058-1111 M) beliau adalah seorang tokoh pemikir muslim
yang hidup pada akhir zaman keemasaan Islam, di bawah khilafah Abbasiah yang
berpusat di Bakhdad. Pada masa beliau hidpup situasi politik dan ilmiah
mengalami krisis, baik karna motivasi idiologie mahupun entnis dan ambisi
duniawi. Ketika itu para ulama, termasuk Al-Ghazali sampai usia tertentu serius
mengembangkan dan mencari ilmu untuk mencapai kedudukan tinggi di mata umat
mahupun penguasa (talab al-jah). Sebaliknya penguasapun berusaha
mendekati ulama untuk meperkuat posisinya di mata umat. Di sisi lain,
kolaborasi ulama Sunni dengan umara’ Sunni (dinasti Saljuk) ini merupakan
sesuatu yang logis sebab mereka menghadapi musuh yang sama, iaitu kaum filosof,
Mu’tazila dan Syi’ah terutama sekali Isma’iliyyah/Batiniyyah dengan pusat
pemerintahannya yang tangguh (negara Fatimi di Mesir), negara Bani Sulaihi di
Yaman, negara Qaramitha di Bahrain dan banteng Alamaut di utara Abbasiah.
Sementara itu kekuatan Kristen Eropa merupakan ancaman serius sampai
tercetusnya Perang Salib abad pertengahan babak pertama terjadi di masa
Al-Ghazali (490 H/1096 M).
Menurut
pengakuan Al-Ghazali sendiri, ia yang genius dan kritis sejak kecil lagi
menghadapi pertingkahan banyak agama, aliran yang kontroversial, dalam Isalam
adalah aliran Mutakallimin, Filosof, Ta’limiyyah, dan kaum Sufi yang
masing-masing mengklaim alirannya lah yang paling benar. Sementara Al-Ghazali
banyak memahami hadist-hadist Rasulullah yang paling benar itu ila al-Quraan
dan Sunnah. Dari sinilah timbulnya pertanyaan dalam hatinya tentang mana
kebenaran yang tunggal dan apa standard kriteria kebenaran itu, serta dorongan
yang kuat untuk mencari dan menemukan ilmu yaqini sebegai kebenaran mutlak yang
pasti dan universal pula. Dari sinilah beliau terjun ke dalam semua bidang
pengetahuan hingga ke jantungnya yang paling dalam. Latar belakang tersebut
membuat Al-Ghazali muncul sebagai seorang sufi filosof yang mutakallimin
dan faqih besar yang oleh Marokhi disebut sebagai “ensiklopedi” semua disiplin
ilmu pengetahuan di zamannya. Disatu pihak, Al-Ghazali mendapat gelar Hujjat
al-Islam (argumen Islam) dan dinyatakan oleh Ibnu ‘Asakir sebagai Mujaddid
(pembaharuan Isalm) abad ke-5 Hijriyah.
Al-Ghazali beliau
hdiup di masa kepemimpinan Nizam al-Mulk- yang menjadi wazir selama 30
tahun pada masa pemerintahan sultan Alp Arslan Malik Syah yang berperan
membawa Ababasyiah kepuncak kejayaan kembali. Pada masanya didirikan
madrasah-madarasah Nizzamiah di Bakhdad dan di Nesapur yang di pimpin oleh Imam
al-Haramain al-Juaini tempat Al-Ghazali belajar. Kebesaran Abbasiyah berubah
darastis sepeniggal Nizam al-Mulk dan Malik Syah (485 H) diikuti pula prubahan
drastis dalam kehidupan Al-Ghazali, akhirnya beliau menarik diri dari Bakhdad
akhir tahun 488 H. untuk berkhalawat mencari ilmu yaqini di Syam dan
sekitarnya. Masa inilah digunakan oleh imam Al-Ghazali untuk menulis, bukunya
yang terkenal Ihya’ ‘Ulum al-Din. Kemudian perjuangan beliu dilanjuti oleh
muridnya yang bernama Muhammad bin Taumart yang bergelar al-Mahdi untuk
menghancurkan Murabitin. Sejarah menyimpulkan bahwa Al-Ghazali hidup dalam
tradisi yang sudah terpisah dari tradisi politik. Sampai masa Al-Ghazali
akumulasi ilmu pengetahuan sudah memuncak seperti usul fiqh, ilmu hadist,
ilmu-ilmu naqliah, ilmu sosial, ilmu alam dan lain sebagainya. Sehingga imam
Al-Ghazali sebagai pengembang dan memodifikasi dari apa yang sudah ada
sebelumnya.
Gibb dan Karmers
menrangkan secara tepat bahwa yang menerangkan riwayat Al-Ghazali ialah
karnyanya sendiri. Nama lengkap imam Al-Ghazali Abu Hamid, Muhammad bin
Muhammad ibnu Muhammad bin Ahmad Al-Ghazali al-Tusi lahir di Tus 450 H/1058 M.
ia di gelar Abu Hamid karna mepunyai putra bernama Hamid yang meninggal sewaktu
kecil. Tentang asal beliau apakah dari Parsi atau Arab masih diperselisihkan.
Ia terkenal dengan sebutan “Al-Ghazzali” (dobel “z”) dan kadang disbut
Al-Ghazali. Tidak diketahui banyak tentang keluarga beliau. Abd al-Gafir hanya
menyebut nama ayahnyya bernama Muhammad dan nama kakeknya, Muhammad. Ibn
Khalikan menanambahkan nama datuknya, Ahmad. Ayah Al-Ghazali adalah seorang
penenun bulu domba dan menjualnya di pasar Tus dia wafat ketika Al-Ghazali
berusia 6 tahun. Tapi ibunya sempat melihat masa-masa bintangnya Al-Ghazali
yang tersohor dan popular.
Keseluruhan masa
hidup imam Al-Ghazali dibagi dalam tiga fase:
1. Priode Bakhdad
dan sebelumnya: fase Tus, fase Jurjan, fase Nesapur, fase Mu’askar dan
fase Bakhdad.
2. Priode pasca Bakhdad: fase ‘Uzlah, Nesapur II, fase Tus II. Priode ini sering
disebut priode pra-Sufi.
3. Priode Sufi.
Pada masa ini
ayahnya menitip Al-Ghazali pada kawannya penganut tasawwuf untuk mendidik
kedua anaknya dengan imbalan harta warisannya sampai harta itu habis. Kemudian
kedua anak itu masuk madrasah. Setelah itu Al-Ghazali mempelajari fiqh
dengan Ahmad ibn Muhammad di samping mempelajari ilmu-ilmu yang lain, di
madrasah Nizamiyyah Tus. Beliau adalah anak yang genius dan kritis semenjak
kecil. Dari Tus Al-Ghazali meneruska studinya ke Jurjan pada Imam Abu Nasr
al-Isma’ili diduga kuat beliau belajar di sini selama 5 tahun. Kemudian
Al-Ghazali bersama pemuda Tus melanjutkan studinya di Nespur pada Imam
al-Haramain selam 5 tahun 437-478 H. samapi wafatnya Imam al-Haramin. Ketika
itu jumlah seluruh pelajar Nespur sebanyak 400 siswa. Imam al-Haramain, yakni
Abu al-Ma’ali Abdul al-Malik al-Juaini (419-478 H). beliau merupakan tokoh
keempat mazhab tologi Asy’ariyah. Sepeniggalnya Imam al-Haramain, 25 Rabul akhir
478 H, Al-Ghazali Meninggalkan Nesapur menuju Wazir Nizam Al-Mulk di Mu’askar.
Disini ia tinggal ± 6 tahun bersama isteri dan tiga putri beliau sejak wafatnya
Imam al-Haramain sampai ketika pindah ke Bakhdad, Jumdil al-Ula 484 H,
dengan tiga kegiatan pokok: debat, diskusi-diskusi ilmiah dan bertafakur.
Pada fase Bakhdad,
Nizam Al-Mulk mengangkat Al-Ghazali menjadi Guru Besar sekaligus Rektor
Nizamiyyah Bakhdad dalam usia beliu 34 tahun. Berlangsung selama 4.5 tahun
sejak Jumadil al-Ula 484 H sampai Zulqaidah 488 H, disebabkan
banyak terjadinya konflik dan persetruan akhirnya beliu mengundurkan diri
dengan mewakafkan seluruh kekeyaanya kecuali sekedar bekal untuk keluarga.
Pristiwa ini merupakan catatan penting bukan saja menentukan pemikiran dan kehidupan
Al-Ghazali seterusnya, tetapi juga turut mengubah arah perkembangan dan
pemikiran kehdiupan dunia Islam selanjutnya dari corak
rasionalistik-formalistik-parsialistik kepada corak sintetik-integralistik
kembali.
Kemudian beliau kembali lagi ke Nizamiayah Nesapur Zulqaidah
499 H. mengenai ini Al-Ghazali mengatakan, “ Kemudian aku masuk ke Syam,
di sini aku bermukim hampir 2 tahun. Aku tidak mempunyai kesibukan selain ‘Uzlah
(mengasingkan diri), Khalawat, riadho, mujahadah”
(al-Munqiz hlm. 49). Beliau mengajar di sana antara tahun 499-503 H, selama itu
beliu berkecipung dalam tasawwuf. Dalam fase Nesapur II inilah beliau banyak
mengarang kitab.
Bertepatan fase Tus II, beliu menjalani dan mengajar hidup
Sufi bersama kawan-kawannya juga memperdalamkan lagi kajian mengenai Al-Quraan
dan Hadist. Beliau Wafat hari Senin, 14 Jumadil akhir 505 H/ 18 Desember 1111
H, dalam usia 53 tahun di makamkan di Tabaran, Tus Kurasan.