Senin, 26 September 2022

Jurnal analisis potensi desa inovasi

 ANALISIS POTENSI DESA INOVASI KABUPATEN CILACAP UNTUK MENINGKATKAN KINERJA PEREKONOMIAN

(Studi Kasus Desa Widarapayung Wetan Kecamatan Binangun Kabupaten Cilacap)

 

Siti Asrifah Nurfadillah

Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Nahdlatul ‘Ulama

Al Ghazali Cilacap, Jln.Kemerdekaan Barat No. 17 Kesugihan Cilacap Jawa Tengah, Kode Pos 53274, Indonesia

styasrifah50@gmail.com

ABSTRAK

Permasalahan yang dikaji dalam skripsi ini adalah bagaimana kesiapan instrumen kebijakan dan rencana strategis stakeholder untuk mendorong pengembangan Desa Inovasi Kabupaten Cilacap. Adapun tujuan penelitan ini adalah untuk mengetahui sejauh mana kesiapan instrumen kebijakan dan rencana strategis stakeholder untuk mendorong pengembangan Desa Inovasi Kabupaten Cilacap. Untuk mengidentifikasi permasalahan tersebut secara mendalam dan menyeluruh penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Dalam pengumpulan data penulis menggunakan metode observasi, interview dan dokumentasi. Kemudian untuk menjawab permasalahan dengan meggunakan teknik analisis deskriptif. Hasil dari penelitian ini yaitu dengan diketahuinya kesiapan instrumen kebijakan tersebut, maka diharapkan nantinya penyusunan rencana strategis pengembangan desa inovasi berdasarkan pada kebutuhan dan kontribusi stakeholder di Kabupaten Cilacap implementatif dan tepat sasaran. Sasaran yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan adalah teridentifikasinya kesiapan instrumen kebijakan untuk mendorong pengembangan Desa Inovasi. Untuk mengidentifikasi kebutuhan dan kontribusi stakelolder dan mengukur pencapaian kinerjanya, peneliti menggunakan performance prism dan disempurnakan dengan Key Performance Indicator (KPI).

Keyword:  Desa Inovasi, Performance Prism, Key Performance Indicator

ABSTRACT

The problems examined in this thesis are how the readiness of policy instruments and stakeholder strategic plans to encourage the development of the Innovation Village of Cilacap Regency. The purpose of this research is to determine the extent of readiness of policy instruments and stakeholder strategic plans to encourage the development of the Innovation Village in Cilacap Regency. To identify these problems in depth and thoroughly this research uses qualitative methods. In collecting data the author uses the method of observation, interviews and documentation. Then to answer the problem by using descriptive analysis techniques. The results of this study are by knowing the readiness of the policy instruments, it is expected that later on the strategic planning of the development of innovation villages is based on the needs and contributions of stakeholders in Cilacap Regency and is on target. The goal that must be done to achieve the goal is the identification of preparedness of policy instruments to encourage the development of Innovation Villages. To identify stakelolder needs and contributions and measure performance achievement, researchers used performance prism and were enhanced by Key Performance Indicators (KPI).

Keyword: Village of Innovation, Performance Prism, Key Performance Indicator

 

1.    PENDAHULUAN

Di era globalisasi ini, persoalan daya saing menjadi aspek penting dalam pergaulan internasional dan dihadapi oleh seluruh bangsa baik karena comparative advantage maupun competitive advantage, dimana hal ini menyangkut produktivitas, efisiensi dan tentu saja kualifikasinya. Pembentukan pasar tunggal yang diistilahkan dengan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) memungkinkan satu negara menjual barang dan jasa dengan mudah ke negara-negara lain di seluruh Asia Tenggara sehingga kompetisi akan semakin ketat.

Salah satu wujud keseriusan pemerintah dalam menangani masalah dampak globalisasi adalah adanya Peraturan Bersama Menteri Riset & Teknologi No. 03 Tahun 2012 dan Menteri Dalam Negeri No. 36 Tahun 2012 tentang Sistem Inovasi di Daerah Otonom. Menindaklanjuti peraturan bersama tersebut, Gubernur Jawa tengah mengeluarkan Pergub No. 65 Tahun 2012 tentang Desa Inovasi Provinsi Jawa Tengah.

Desa Inovasi (Innovation Village) keseluruhan proses dalam suatu sistem untuk menumbuh-kembangkan inovasi yang dilakukan antar institusi pemerintah, pemerintah daerah, lembaga kelitbangan, lembaga pendidikan, lembaga penunjang inovasi, dunia usaha, dan masyarakat di daerah dalam rangka mempercepat perwujudan masyarakat yang lebih sejahtera, merespon lingkungan dinamis serta menopang perwujudan visi dan misi Kepala Daerah.

Merujuk pada peraturan menteri dan gubernur, Kabupaten Cilacap juga mempertegas dukungannya dalam mengembangkan desa inovasi melalui Keputusan Bupati Cilacap Nomor: 071/545/27/2014 tentang Penetapan Desa Inovasi Kabupaten Cilacap.

 

Berdasarkan latar belakang masalah dan perkembangan penelitian yang telah dilakukan terkait desa inovasi, peneliti melihat adanya celah penelitian untuk menyempurnakan hasil penelitian sebelumnya yaitu dengan mengukur kinerja stakeholder pengembangan desa inovasi berdasarkan pada kebutuhan dan kontribusi (need and contribution) stakeholder dalam mengembangkan desa inovasi. Untuk mengidentifikasi kebutuhan dan kontribusi stakeholder dan mengukur pencapaian kinerjanya, peneliti menggunakan performance prism.

 

2.    LANDASAN TEORI

Di dalam penelitian ini, kinerja akan menjadi topik utama. Oleh karena itu, perlu dijelaskan terlebih dahulu mengenai apa yang dimaksud dengan kinerja. Terkait dengan pengertian kinerja, terdapat beberapa pendapat dari para tokoh, antara lain yaitu pendapat yang diungkapkan oleh Mulyadi (2007: 337) yang menyatakan bahwa: “kinerja adalah keberhasilan personel, tim, atau unit organisasi dalam mewujudkan sasaran strategik yang telah ditetapkan sebelumnya dengan perilaku yang diharapkan”.

Pendapat yang lain mengenai definisi kinerja juga diungkapkan oleh Indra (2006: 274) yang menyatakan bahwa: Kinerja adalah gambaran pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan / program / kebijaksanaan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi organisasi. Daftar apa yang ingin dicapai tertuang dalam perumusan penskemaan strategis (strategic planning) suatu organisasi. Secara umum, kinerja merupakan prestasi yang dicapai oleh organisasi dalam periode tertentu.

Veithzal, et al., (2008: 19-24) mengungkapkan beberapa syarat sebuah pengukuran kinerja perusahaan dikatakan berkualitas, yaitu:

1.      Input (potensi)

2.      Process (pelaksanaan)

3.      Output (hasil)

 

Performance prism merupakan penyempurnaan dari teknik pengukuran kinerja yang ada sebelumnya sebagai sebuah kerangka kerja (framework). Keuntungan dari framework tersebut adalah melibatkan semua stakeholder dari organisasi, terutama investor, pelanggan, end-users, karyawan, para penyalur, mitra persekutuan, masyarakat dan regulator. Pada prinsipnya metode ini dikerjakan dalam dua arah yaitu dengan mempertimbangkan apa kebutuhan dan keinginan (needs and wants) dari semua stakeholder, dan uniknya lagi metode ini juga mengidentifikasikan kontribusi dari stakeholders terhadap organisasi tersebut. Pada pokoknya hal itu menjadi hubungan timbal balik dengan masing - masing stakeholder Filosofi performance prism berasal dari sebuah bangun prisma yang memiliki lima segi yaitu untuk atas dan bawah adalah satisfaction dari stakeholder dan kontribusi stakeholder. Sedangkan untuk ketiga sisi berikutnya adalah strategy, process dan capability. Prisma juga dapat membelokkan cahaya yang datang dari salah satu bidang ke bidang yang lainya. Hal ini menunjukkan kompleksitas dari performance prism yang berupa interaksi dari kelima sisinya.


Ruang lingkup performance prism meliputi interaksi anatara Stakeholder contribution dan Stakeholder satisfaction yang kemudian diproyeksikan kedalam strategy, process dan Capability. Ruang lingkup tersebut dapat dijelaskan pada Gambar 2.1.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Gambar 2.1. Sudut Pandang Performance Prism

Kamis, 09 Juni 2016

MAKALAH SELAMATAN UNTUK MEMPERINGATI KEMATIAN MELALUI TRADISI MASYARAKAT JAWA DALAM KACAMATA ISLAM NUSANTARA



MAKALAH
SELAMATAN UNTUK MEMPERINGATI KEMATIAN MELALUI TRADISI MASYARAKAT JAWA DALAM KACAMATA ISLAM NUSANTARA

Disusun untuk memenuhi tugas
Mata Kuliah    :Statistik Industri II
Dosen Pengampuh      : Amin Syukron ST.,MT.
Di susun oleh :
1.    Siti Asrifah Nur Fadillah
2.    Satria Praja
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
UNUVERSITAS NAHDLATUL ULAMA AL GHAZALI
CILACAP
2016
KATA PENGANTAR


Bismillahirohmanirrohim
Assalamualaikum wr.wb

             
Segala puji bagi Alloh tuhan semesta alam yang telah menciptakan langit dan bumi serta menjadi pemelihara, pemberi rezeki bagi seluruh isinya dan hanya kepadanyalah tempat bergantung dan berserah diri.
Sholawat dan salam tetaplah kita curahkan kepada baginda kita Muhammad saw yang telah membawa kita dari zaman kebodohan menuju yang penuh ilmu pengetahuan seperti seakarang ini.
Penulis sangat bersyukur karena telah menyelesaikan makalah yang berjudul selamatan untuk memperingati kematian melalui tradisi masyarakat jawa dalam kacamata islam nusantara sebagai tugas mata kuliah Statistik Industri II Penulis menyadari dalam makalah ini terdapat banyak kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun.
Akhirnya penulis mengucapakan selamat membaca.

Wassalamualaikum wr.wb


                                                                        Cilacap, 23 Mei 2016
                                                           

                                                                                    Penulis


DAFTAR ISI
                                                                                          
HALAMAN JUDUL............................................................................................
KATA PENGANTAR..........................................................................................
DAFTAR ISI........................................................................................................
BAB 1 : PENDAHULUAN.................................................................................
A. Latar Belakang.....................................................................................
B. Rumusan Masalah.................................................................................
C. Tujuan Penulisan...................................................................................
D. Hipotesa...............................................................................................
BAB II : TELAAH PUSTAKA...........................................................................
BAB III : PEMBAHASAN.................................................................................
A. Sejarah Upacara Tahlilan .....................................................................  
B. Hukum Tahlilan ...................................................................................  
C. Dalil Tentang Tahlilan..........................................................................
D. Jamuan Makanan dalam Acara Tahlilan...............................................
BAB IV : PENUTUP...........................................................................................
A. Kesimpulan...........................................................................................
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................


BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG MASALAH
Telah kita maklumi bersama bahwa acara selamatan atau lebih dikenal dengan acara tahlilan merupakan upacara ritual (seremonial) yang biasa dilakukan oleh masyarakat Indonesia pada umumnya untuk memperingati hari kematian. Secara bersama - sama, berkumpul sanak keluarga, handai taulan, beserta masyarakat sekitarnya, membaca beberapa ayat Al Qur’an, dzikir - dzikir, dan disertai doa - doa tertentu untuk dikirimkan kepada simayit. Karena dari sekian materi bacaannya terdapat kalimat tahlil yang diulang - ulang (ratusan kali bahkan ada yang sampai ribuan kali), maka acara tersebut dikenal dengan istilah “Tahlilan”.
Acara ini biasanya diselenggarakan setelah selesai proses penguburan (terkadang dilakukan sebelum penguburan mayit), kemudian terus berlangsung setiap hari sampai hari ketujuh. Lalu diselenggarakan kembali pada hari ke 40 dan ke 100. Untuk selanjutnya acara tersebut diadakan tiap tahun dari hari kematian si mayit, walaupun terkadang berbeda antara satu tempat dengan tempat lainnya.
Entah telah berapa abad lamanya acara tersebut diselenggarakan, hingga tanpa disadari menjadi suatu kelaziman. Konsekuensinya, bila ada yang tidak menyelenggarakan acara tersebut berarti telah menyalahi adat dan akibatnya ia diasingkan dari masyarakat. Bahkan lebih jauh lagi acara tersebut telah membangun opini muatan hukum yaitu sunnah (wajib) untuk dikerjakan dan sebaliknya, bid’ah (hal yang baru dan ajaib) apabila ditinggalkan.
Sebenarnya acara tahlilan semacam ini telah lama menjadi pro dan kontra di kalangan umat Islam. Sebagai muslim sejati yang selalu mengedepankan kebenaran, semua pro dan kontra harus dikembalikan kepada Al Qur’an dan Sunnah Rasulullah. Sikap seperti inilah yang sepatutnya dimiliki oleh setiap insan muslim yang benar-benar beriman kepada Allah SWT dan Rasul-Nya. Bukankah Allah SWT telah berfirman (artinya):
Maka jika kalian berselisih pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur’an) dan Ar Rasul (As Sunnah), jika kalian benar-benar beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Yang demikian itu lebih utama bagi kalian dan lebih baik akibatnya.” (An Nisaa’: 59).
B.  RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah adalah sebagai berikut :
1.    Apakah acara selamatan/tahlilan dilakukan oleh orang masyarakat jawa sebelum islam datang ?
2.         Bagaimana prosesi selamatan sebelum datangnya islam ?
3.         Bagaimana prosesi selamatan sesudah datangnya islam ?
C.     TUJUAN PENULISAN
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka yang menjadi tujuan penulisan adalah sebagai berikut :
  1. Untuk mengetahui selamatan/tahlilan yang dilakukan oleh masyarakat jawa sebelum islam datanng.
  2. Untuk mengetahui proses selamatan sebelum datangnya islam.
  3. Untuk mengetahui proses selamatan sesudah datangnya islam.
D.  HIPOTESA
Ho = Sudah dilakukan selamatan untuk memperingati kematian melalui tradisi masyarakat jawa
H1 = tidak dilakukan selamatan untuk memperingati kematian melalui tradisi masyarakat jawa

BAB II
TELAAH PUSTAKA
Negara kita Indonesia ini adalah negara dengan jumlah populasi muslim terbanyak di dunia dan negara kita ini juga terdapat beraneka macam tradisi masyarakat Islam yang bisa kita jumpai di sekeliling kita. Kita tentu sering mendengar istilah selamatan 7 hari, 40 hari, 100 hari , setahunan ( pendak pisan – jawa ), dua tahunan ( pendak pindo – jawa ) dan 1000 harian.
Seperti kita ketahui dari sejarah, sebelum Islam masuk ke Indonesia, agama Hindu dan Buddha sudah lebih dulu menjadi agama yang dianut oleh penduduk Nusantara. Beberapa kerajaan Hindu yang paling menonjol di Nusantara adalah Mataram yang terkenal karena membangun Candi Prambanan yang megah, diikuti oleh Kerajaan Kediri dan Singgasari.
Hindu di Indonesia mengalami puncak kejayaan pada abad ke-14, dan kerajaan Hindu-Budha terbesar yang pernah ada dalam sejarah Indonesia. Tradisi – tradisi Hindu dari masa lampau hingga kini masih sering kita jumpai di kalangan masyarakat muslim Nusantara.
Selamatan 3,7,40,100,1000 harian orang meninggal terjadi saat salah seorang anggota keluarga atau tetangga yang meninggal dunia, sering kita jumpai ritual keagamaan yang disebut dengan selamatan atau kenduri kematian yang berupa melakukan doa – doa, tahlilan, dan yasinan yang di lakukan pada hari ke 3, 7, 40, 100, dan 1000 setelah kematian. Setelah diteliti, ternyata amalan tersebut tidak dapat di temukan di dalam kitab suci Al – Qur’an, Hadits (sunah Rasul) maupun Ijma dari para Sahabat. Dan justru ditemukan di dalam kitab – kitab agama Hindu.
Dalam kitab Weda Smerti Hal. 99 No. 192
Agama Hindu meyakini bahwa roh dari leluhur atau yang sudah meninggal harus di hormati, karena mereka meyakini bahwa roh tersebut bisa menjadi dewa terdekat manusia. Selain itu, dalam agama Hindu juga mempercayai tentang adanya Samsara (menitis/reinkarnasi).
Dalam kitab Manawa Dharma Sastra Weda Smerti hal. 99, 192, 193 berbunyi:
“termashurlah selamatan yang diadakan pada hari pertama, ketujuh, keempat puluh, keseratus dan keseribu.”
Dalam buku media Hindu yang berjudul : “ nilai – nilai Hindu dalam budaya Jawa, serpihan yang tertinggal” karya dari : Ida Bedande Adi Suripto, ia mengatakan : “upacara selamatan untuk memperingati hari kematian orang Jawa hari ke 1, 7, 40, 100, dan 100 jelas adalah ajaran Hindu”.
Sedangkan penyembelihan kurban untuk orang mati pada hari (1, 7,40,....,1000) terdapat pada kitab Panca Yadnya hal. 26, Bagawatgita hal. 5 no. 39 yang berbunyi :
“Tuhan telah menciptakan hewan untuk upacara korban, upacara korban telah diatur sedemikian rupa untuk kebaikan dunia”.


BAB III
PEMBAHASAN
A.  Sejarah Upacara Tahlilan
Acara ritual tahlilan bukan catatan sejarah dalam Islam, tidak dijumpai di masa Rasulullah SAW, di masa para sahabatnya maupun para Tabi’in. Bahkan acara tersebut tidak dikenal pula oleh para Imam-Imam Ahlus Sunnah seperti Al Imam Malik, Abu Hanifah, Asy Syafi’i, Ahmad, dan ulama lainnya yang semasa dengan mereka ataupun sesudah mereka.
Awal mula acara tersebut berasal dari upacara peribadatan (selamatan) nenek moyang bangsa Indonesia yang mayoritasnya beragama Hindu dan Budha. Upacara tersebut sebagai bentuk penghormatan dan mendoakan orang yang telah meninggalkan dunia yang diselenggarakan pada waktu seperti halnya waktu tahlilan. Namun acara tahlilan secara praktis di lapangan berbeda dengan prosesi selamatan agama lain yaitu dengan cara mengganti dzikir - dzikir dan doa - doa ala agama lain dengan bacaan dari Al Qur’an, maupun dzikir - dzikir dan doa - doa ala Islam menurut mereka.
Dari aspek historis ini kita bisa mengetahui bahwa sebenarnya acara tahlilan merupakan adopsi (pengambilan) dan sinkretisasi (pembauran) dengan agama lain.
B.  Hukum Tahlilan
Hukum selamatan hari ke-3, 7, 40, 100, setahun, dan 1000 hari diperbolehkan dalam syari’at Islam. Keterangan diambila dari kitab “Al-Hawi lil Fatawi” karya Imam Jalaluddin Abdurrahman As-Suyuthi jilid 2 halaman 178

قال الامام أحمد بن حنبل رضي الله عنه فى كتاب الزهد له : حدثنا هاشم بن القاسم قال: حدثنا الأشجعى عن سفيان قال
قال طاوس: ان الموتى يفتنون فى قبورهم سبعا فكانوا يستحبون أن يطعموا عنهم تلك الأيام , قال الحافظ ألو نعيم فى الجنة: حدثنا أبو بكر بن مالك حدثنا عبد الله بن أحمد بن حنبل حدثنا أبى حدثنا هاشم بن القاسم حدثنا الأشجعى عن سفيان قال: قال طاوس: ان الموتى يفتنون فى قبورهم سبعا فكانوا يستحبون أن يطعموا عنهم تلك الأيام
“Telah berkata Imam Ahmad bin Hanbal ra di dalam kitabnya yang menerangkan tentang kitab zuhud: Telah menceritakan kepadaku Hasyim bin Qasim sambil berkata: Telah menceritakan kepadaku al-Asyja’i dari Sufyan sambil berkata: Telah berkata Imam Thawus (ulama besar zaman Tabi’in, wafat kira-kira tahun 110 H / 729 M): Sesungguhnya orang-orang yang meninggal akan mendapat ujian dari Allah dalam kuburan mereka selama 7 hari. Maka, disunnahkan bagi mereka yang masih hidup mengadakan jamuan makan (sedekah) untuk orang-orang yang sudah meninggal selama hari-hari tersebut.
Telah berkata al-Hafiz Abu Nu’aim di dalam kitab Al-Jannah: Telah menceritakan kepadaku Abu Bakar bin Malik, telah menceritakan kepadaku Abdullah bin Ahmad bin Hanbal, telah menceritakan kepadaku Ubay, telah menceritakan kepadaku Hasyim bin al-Qasim, telah menceritakan kepadaku al-Asyja’i dari Sufyan sambil berkata: Telah berkata Imam Thawus: Sesungguhnya orang-orang yang meninggal akan mendapat ujian dari Allah dalam kuburan mereka selama 7 hari. Maka, disunnahkan bagi mereka yang masih hidup mengadakan jamuan makan (sedekah) untuk orang-orang yang sudah meninggal selama hari-hari tersebut.”
Selain itu, di dalam kitab yang sama jilid 2 halaman 194 diterangkan sebagai berikut:
ان سنة الاطعام سبعة أيام بلغنى أنهامستمر الى الأن بمكة و المدينة فالظاهر أنها لم تترك من عهد الصحابة الى الأن و انهم أخذوها خلفا عن سلف الى الصدر الأول
“Sesungguhnya, kesunnahan memberikan sedekah makanan selama tujuh hari merupakan perbuatan yang tetap berlaku sampai sekarang (yaitu masa Imam Suyuthi abad ke-9 H) di Mekkah dan Madinah. Yang jelas kebiasaan tersebut tidak pernah ditinggalkan sejak masa sahabat sampai sekarang, dan tradisi tersebut diambil dari ulama salaf sejak generasi pertama, yaitu sahabat.”
C.  Dalil Tentang Tahlilan
وان ليس للانسان الا ما سعى, وان سعيه سوف يرى
Dan bahwa manusia itu hanya memperoleh apa yang diusahakannya (dikerjakannya) dan hasil usahanya nanti akan dilihatnya (QS An Najm 39-40). Orang jawa mengistilahkan ayat ini dengan hukum karma.
الميت فىالقبر كمثل من غرق فى اليمّ ينتظر دعاء اهله
Orang mati dikubur itu seperti orang yang tenggelam dilautan, yang menanti doa dari keluarganya.
قوام الدنيا باربع اشياء : علم العلماء وعدل الامراء وسخاوة الاغنياء ودعاء الفقراء
Tegaknya dunia itu dengan 4 perkara : 1. dengan ilmunya ulama' 2. dengan adilnya umaro' 3. dengan dermawannya orang-orang kaya 4. dengan doanya orang-orang fakir.
من لم يشكر على نعمائى ولم يصبر على بلائىفليخرج من تحت سمائى فليطلب ربا سواى (الحديث القدسى)
Artinya : Barang siapa tidak bersyukur atas nimat-Ku dan tidak sabar atas cobaan-Ku, maka keluarlah dari bawah langit-Ku dan carilah Tuhan selain Aku (Hadits Qudsy).
D.  Jamuan Makanan dalam Acara Tahlilan
Dalam setiap acara tahlilan, tuan rumah memberikan makanan kepada orang-orang yang mengikuti tahlilan. Selain sebagai sedekah yang pahalanya diberikan kepada orang yang telah meninggal dunia, motivasi tuan rumah adalah sebagai penghormatan kepada para tamu yang turut mendoakan keluarga yang meninggal dunia.
Dilihat dari sisi sedekah, bahwa dalam bentuk apapun sedekah merupakan sesuatu yang sangat dianjurkan. Memberikan makanan kepada orang lain adalah perbuatan yang sangat terpuji. Sabda Nabi Muhammad SAW:
عَنْ عَمْرِو بْنِ عَبَسَةَ قَالَ أَتَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُلْتُ يَا رَسُوْلَ اللهِ مَا الإسْلَامُ قَالَ طِيْبُ الْكَلَامِ وَإطْعَامُ الطَّعَامِ. رواه أحمد
Dari Amr bin Abasah, ia berkata, saya mendatangi Rasulullah SAW kemudian saya bertanya, “Wahai Rasul, apakah Islam itu?” Rasulullah SAW menjawab, “Bertutur kata yang baik dan menyuguhkan makanan.” (HR Ahmad).

Kaitannya dengan sedekah untuk mayit, pada masa Rasulullah SAW, jangankan makanan, kebun pun (harta yang sangat berharga) disedekahkan dan pahalanya diberikan kepada si mayit. Dalam sebuah hadits shahih disebutkan:
 
عَنْ بْنِ عَبَّاسٍ أنَّ رَجُلًا قَالَ يَا رَسُوْلَ اللهِ إنَّ أمِّي تُوُفِّيَتْ أَفَيَنْفَعُهَا إنْ تَصَدَّقْتُ عَنْهَا قَالَ نَعَمْ قَالَ فَإنَّ لِيْ مَخْزَفًاُأشْهِدُكَ أَنِّي قَدْ تَصَدَّقْتُ بَهَ عَنْهَا. رواه الترمذي
Dari Ibnu Abbas, sesungguhnya ada seorang laki-laki bertanya, "Wahai Rasulullah SAW, Sesungguhnya ibuku telah meninggal dunia, apakah ada manfaatnya jika akan bersedekah untuknya?" Rasulullah menjawab, "Ya”. Laki-laki itu berkata, “Aku memiliki sebidang kebun, maka aku mempersaksikan kepadamu bahwa aku akan menyedekahkan kebun tersebut atas nama ibuku.” (HR Tirimidzi).
Ibnu Qayyim al-Jawziyah dengan tegas mengatakan bahwa sebaik-baik amal yang dihadiahkan kepada mayit adalah memerdekakan budak, sedekah, istigfar, doa dan haji. Adapun pahala membaca Al-Qur'an secara sukarela dan pahalanya diberikan kepada mayit, juga akan sampai kepada mayit tersebut Sebagaimana pahala puasa dan haji. (Ibnul Qayyim, ar-Ruh, hal 142).
Jika kemudian perbuatan tersebut dikaitkan dengan usaha untuk memberikan penghormatan kepada para tamu, maka itu merupakan perbuatan yang dianjurkan dalam Islam. Sabda Rasulullah SAW:
عن أبي هريرة قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم مَنْ كَانَ يُؤمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلَا يُؤْذِ جَارَهُ مَنْ كَانَ يُؤمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَالْيُكْرِمْ جَارَهُ وَ مَنْ كَانَ يُؤمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أوْ لِيَصْمُتْ. رواه مسلم
Dari Abi Hurairah, ia berkata, Rasulullah bersabda, "Barangsiapa yang beriman kepada Allah SWT dan hari akhir, maka janganlah menyakiti tetangganya. Barangsiapa yang beriman kepada Allah SWT dan hari akhir, maka hormatilah tamunya. Barangsiapa yang beriman kepada Allah SWT dan hari akhir, hendaklah ia berkata dengan kebaikan atau (jika tidak bisa), diam.” (HR Muslim).
Seorang tamu yang keperluannya hanya urusan bisnis atau sekedar ngobrol dan main catur harus diterima dan dijamu dengan baik, apalagi tamu yang datang untuk mendoakan keluarga kita di akhirat, sudah seharusnya lebih dihormati dan diperhatikan.
Hanya saja, kemampuan ekonomi harus tetap menjadi pertimbangan utama. Tidak boleh memaksakan diri untuk memberikan jamuan dalam acara tahlilan, apalagi sampai berhutang ke sana ke mari atau sampai mengambil harta anak yatim dan ahli waris yang lain. Hal tersebut jelas ridak dibenarkan. Dalam kondisi seperti ini, sebaiknya perjamuan itu diadakan ala kadarnya.
Lain halnya jika memiliki kemampuan ekonomi yang sangat memungkinkan. Selama tidak israf (berlebih-lebihan dan menghamburkan harta) atau sekedar menjaga gengsi, suguhan istimewa yang dihidangkan, dapat diperkenankan sebagai suatu bentuk penghormatan serta kecintaan kepada keluarga yang telah meninggal dunia.
Dan yang tak kalah pentingnya masyarakat yang melakukan tahlilan hendaknya menata niat di dalam hati bahwa apa yang dilakukan itu semata-mata karena Allah SWT. Dan jika ada bagian dari upacara tahlil itu yang menyimpang dari ketentuan syara' maka tugas para ulama untuk meluruskannya dengan penuh bijaksana.

BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Dari pembahasan di atas maka penulis menyimpulkan bahwa prosesi 7hari 40hari dsb merupakan budaya nusantara sebelum masuknya islam. Islam adalah agama kasih sayang dan penuh toleransi, mayoritas penduduk nusantara sekarang adalah muslim, karena islam adalah agama kasih sayang dan penuh toleransi yang tidak ingin menyakiti atau menyinggung perasaan orang lain atau orang dulu, jadi prosesi budaya 7harian dsb yang berasal dari tradisi agama Hindu di masukkan kedalam ajaran Islam untuk mengubah masyarakan yang dulunya tidak beragama Islam sedikit – sedikit mau mengikuti ajaran Islam. Acara tahlilan dalam Islam dibolehkan karena itu merupakan suatu doa untuk mayat, dan hukum dalam penjamuan makanan itu juga dibolehkan karena untuk menghormati tamu yang datang asalkan tidak berlebihan dalam penyuguhannya.

DAFTAR PUSTAKA
Khozin, Muhammad Ma’ruf. 2013. Tahlil Bid’ah Hasanah Berlandaskan Al-Qur’an dan Sunnah. Madura : Muara Progresif.
Fattah, Munawir Abdul. 2006. Tradisi orang – orang NU, Yogyakarta : Pustaka Pesantren.
Machfudh, Masduqi.        . Tanya jawab Bahtsul Masail dan Materi Pengajian. PWNU. Jawa Timur.

http://mengkajidiri.blog.com/?p=123